Review Novel Dilan : Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

by - 8/06/2016 11:47:00 PM

ini penampakan novel Dilan di tangan saya ehehe
Judul : Dilan : Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 (Edisi Revisi)
Penulis : Pidi Baiq
Penerbit : PT. Mizan Pustaka
Ilustrasi sampul dan isi : Pidi Baiq
Jumlah halaman : 348 halaman
ISBN : 987-602-7870-86-4
Harga : Rp68.000,-

“Kekuatan cinta tak bisa cukup diandalkan. Untuk bisa mengatakannya, ada kebebasan bicara, tetapi keberanian adalah segalanya.” (Pidi Baiq 1972-2098) 
“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.” (Dilan 1990)
“Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang.” (Dilan 1990) 
“Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.” (Milea 1990)

Jujur saja ketika membaca awal-awal paragraf saya agak merasa gimana gitu. Mungkin karena beberapa waktu belakangan ini bacaan saya bergenre fantasi tau action, jadi saya kurang selera dengan gaya bahasa yang menurut saya terlalu feminim ini.

Tetapi semakin saya baca halaman-halaman selanjutnya, saya seperti sadar bahwa Pidi Baiq benar-benar berusaha untuk mengeluarkan karakter Milea lewat gaya cerita yang ia tuliskan. Jadi saya bisa membayangkan bagaimana saya diajak masuk ke dalam dunia Milea lewat gayanya itu.

Novel ini diambil dari sudut pandang orang pertama yaitu Milea Adnan Husein, wanita dewasa yang menceritakan tentang masa SMA-nya sewaktu menjadi murid pindahan dari Jakarta yang menetap di Bandung karena ayahnya yang seorang tentara dipindahtugaskan di sana.

Kisah ini berjalan mundur di tahun 1990. Suatu pagi di bulan September kala Milea turun dari angkot dan berjalan ke sekolah, Dilan meramalnya. Tidak hanya sampai situ, Dilan terus muncul dan meramalkan kejadian-kejadian yang mereka lalui. Milea tentu saja tidak suka pada Dilan karena selain Dilan anak geng motor dan nakal, Milea sudah punya pacar yaitu Beni yang berada di Jakarta.

Tapi perbuatan dan tingkah laku Dilan membuat Milea diam-diam tersenyum sendiri. Boleh saya bilang Dilan itu tidak hanya baik, tapi unik. Cara Dilan dalam berbicara, menyampaikan ketertarikannya dan memperlakukan Milea benar-benar tidak biasa. Sederhana, manis ala-ala tahun 90an tapi tidak norak.

Tidak dapat ditolak lagi semua perempuan yang membaca novel ini akan jatuh cinta kepada sosok Dilan sedalam Milea pada akhirnya. Milea saja sampai memutuskan Beni (ah, saya tidak suka dengan Beni yang kasar) dan mencampakkan Kang Adi (Kang Adi pintar, dia mengeluarkan semua kelebihannya agar Milea tertarik, padahal tidak sama sekali).

Pasti ada halangan bagi Dilan dan Milea. Selain Beni dan Kang Adi, ada tokoh pengganggu yaitu Susiana, juga kelakuan Dilan yang membuat Milea khawatir. Tapi tenang saja, rupanya penghalang tersebut tidak berpengaruh dalam hubungan mereka sejauh saya baca di novel ini.
Saya suka saat Dilan membuat puisi untuk Milea, salah satu puisi begini bunyinya:

“Milea 1”
Bolehkah aku punya pendapat?
Ini tentang dia yang ada di bumi
Ketika Tuhan menciptakan dirinya
Kukira Dia ada maksud mau pamer
Dilan, Bandung 1990

Sudah terbayang bagaimana romantisnya Dilan? Hehe.

Intinya novel ini ciamik! Gaya penulisan yang ringan dan dibuat semirip mungkin dengan Milea aslinya (ini berdasarkan kisah nyata loh, cek di sini), alur cerita dan narasi ringan tapi dialognya yang membuat hati saya berbunga-bunga, karakter Dilan yang dicintai pembaca wanita plus ternyata Pidi Baiq yang handal dalam membuat ilustrasi Dilan dan Milea yang diselipkan di beberapa bagian cerita membuat buku ini pantas dan sah masuk dalam kategori novel best seller.


Oh iya, jangan lupa baca buku keduanya Dilan 1991. Katanya ending-nya tidak sebahagia yang pertama ehehehe.

You May Also Like

0 comments