Review Novel Dilan : Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
ini penampakan novel Dilan di tangan saya ehehe |
Judul : Dilan : Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 (Edisi Revisi)
Penulis : Pidi Baiq
Penerbit : PT. Mizan Pustaka
Ilustrasi sampul dan isi : Pidi Baiq
Jumlah halaman : 348 halaman
ISBN : 987-602-7870-86-4
Harga : Rp68.000,-
“Kekuatan cinta tak bisa cukup diandalkan. Untuk bisa mengatakannya, ada kebebasan bicara, tetapi keberanian adalah segalanya.” (Pidi Baiq 1972-2098)
“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.” (Dilan 1990)
“Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang.” (Dilan 1990)
“Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.” (Milea 1990)
Jujur saja ketika membaca awal-awal paragraf saya agak
merasa gimana gitu. Mungkin karena beberapa waktu belakangan ini bacaan saya
bergenre fantasi tau action, jadi saya kurang selera dengan gaya bahasa yang
menurut saya terlalu feminim ini.
Tetapi semakin saya baca halaman-halaman selanjutnya, saya
seperti sadar bahwa Pidi Baiq benar-benar berusaha untuk mengeluarkan karakter
Milea lewat gaya cerita yang ia tuliskan. Jadi saya bisa membayangkan bagaimana
saya diajak masuk ke dalam dunia Milea lewat gayanya itu.
Novel ini diambil dari sudut pandang orang pertama yaitu
Milea Adnan Husein, wanita dewasa yang menceritakan tentang masa SMA-nya sewaktu
menjadi murid pindahan dari Jakarta yang menetap di Bandung karena ayahnya yang
seorang tentara dipindahtugaskan di sana.
Kisah ini berjalan mundur di tahun 1990. Suatu pagi di bulan
September kala Milea turun dari angkot dan berjalan ke sekolah, Dilan
meramalnya. Tidak hanya sampai situ, Dilan terus muncul dan meramalkan
kejadian-kejadian yang mereka lalui. Milea tentu saja tidak suka pada Dilan
karena selain Dilan anak geng motor dan nakal, Milea sudah punya pacar yaitu
Beni yang berada di Jakarta.
Tapi perbuatan dan tingkah laku Dilan membuat Milea
diam-diam tersenyum sendiri. Boleh saya bilang Dilan itu tidak hanya baik, tapi
unik. Cara Dilan dalam berbicara, menyampaikan ketertarikannya dan
memperlakukan Milea benar-benar tidak biasa. Sederhana, manis ala-ala tahun
90an tapi tidak norak.
Tidak dapat ditolak lagi semua perempuan yang membaca novel
ini akan jatuh cinta kepada sosok Dilan sedalam Milea pada akhirnya. Milea saja
sampai memutuskan Beni (ah, saya tidak suka dengan Beni yang kasar) dan mencampakkan
Kang Adi (Kang Adi pintar, dia mengeluarkan semua kelebihannya agar Milea
tertarik, padahal tidak sama sekali).
Pasti ada halangan bagi Dilan dan Milea. Selain Beni dan
Kang Adi, ada tokoh pengganggu yaitu Susiana, juga kelakuan Dilan yang membuat
Milea khawatir. Tapi tenang saja, rupanya penghalang tersebut tidak berpengaruh
dalam hubungan mereka sejauh saya baca di novel ini.
Saya suka saat Dilan membuat puisi untuk Milea, salah satu
puisi begini bunyinya:
“Milea 1”
Bolehkah aku punya
pendapat?
Ini tentang dia yang
ada di bumi
Ketika Tuhan
menciptakan dirinya
Kukira Dia ada maksud
mau pamer
Dilan, Bandung 1990
Sudah terbayang bagaimana romantisnya Dilan? Hehe.
Intinya novel ini ciamik! Gaya penulisan yang ringan dan
dibuat semirip mungkin dengan Milea aslinya (ini berdasarkan kisah nyata loh,
cek di sini), alur cerita dan narasi ringan tapi dialognya yang membuat hati
saya berbunga-bunga, karakter Dilan yang dicintai pembaca wanita plus ternyata
Pidi Baiq yang handal dalam membuat ilustrasi Dilan dan Milea yang diselipkan
di beberapa bagian cerita membuat buku ini pantas dan sah masuk dalam kategori
novel best seller.
Oh iya, jangan lupa baca buku keduanya Dilan 1991. Katanya ending-nya tidak sebahagia yang pertama
ehehehe.
0 comments