The Man in The Darkness (Cerpen Battle)
by
Magical Dust
- 8/05/2014 03:58:00 AM
Ini salah satu cerpen hasil duetku bersama teman-teman di salah satu akun kepenulisan. Sudah lama, sangat lama hingga aku tidak berhubungan lagi dengan mereka semua.
The Man in The Darkness
Author :
· -Erin Dharma
· -Naura Fildzah
·
-Naomi Amanda Hutajulu
·
-Celsi Indira
·
-Najwa Rifdha
·
-Teteg Palupi
·
-Fathy Syafira
weheartit.com |
Seseorang tengah
berdiri menghadap hamparan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi di
hadapannya. Menikmati hembusan angin malam yang terus menusuk kulitnya yang
sudah dibalut sweater. Ditangan kanannya terselip sebuah kamera digital.
Sesekali ia mengambil beberapa buah gambar untuk dipamerkan esok hari.
Keinginannya menjadi photographer sudah ia genggam kuat-kuat.
Dengan sekali
hentakan jari ia mengambil lagi sebuah gambar di antara dua buah gedung di arah
utara. Sesegera mungkin ia melihat hasil potret-annya. Tiba-tiba keningnya
berkerut melihat salah satu hasil gambar potretan-nya.
“Apa ini?” Gadis
ini bergumam pelan. Sudah dua jam ia habiskan mengambil foto di tempat ini.
Namun hasil kali ini berbeda. Ada garis horizontal yang memisahkan kedua gedung
itu. Siluet bewarna putih terang. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Dia
berbalik ke belakang. Ada apa?, Pikirnya.
Salsa berbalik
kebelakang. Ia sempat berpikir untuk apa orang ini menemuinya. Kenal saja
tidak, tapi sudah berani menepuk pundaknya. “Sedang apa kau di tempat ini?” tanya
seseorang yang tidak Salsa kenal itu.
“Ini
tempat favoritku. Kau?” Salsa –gadis itu– menengok sekilas ke arah lelaki
jangkung di sampingnya ini.
“Ini juga tempat
favoritku. Wajar kalau aku di sini. Kau, apa yang kau lakukan disini?” Orang
itu bertanya.
“Aku cuma ingin
bersantai di sini dan mengamati hasil potretanku,” jawab Salsa singkat.
“Kau seorang
photographer?” Ia kembali bertanya.
“Maunya sih seperti itu. Oya namaku
Salsa, kau?” Salsa bertanya namanya.
“Oh.. Aku
Mario..” jawab Mario.
“Pemandangan di
sini sangat bagus.” ujar Salsa sambil melihat ke sekelilingnya.
“Memang. Banyak
yang datang kesini untuk mencari inspirasi dan memotret.”
“Sepertinya kau
tau banyak sesuatu tentang tempat ini?” ujar Salsa sambil menatap Mario. Mario
hanya membalas ucapan Salsa dengan senyum misterius.
Tiba-tiba Salsa
teringat sesuatu. Diambilnya kamera digitalnya lalu dinyalakannya kembali.
Mario mengerutkan kening lalu menoleh ke arah Salsa.
“Kau tau apa
ini?” tanya Salsa sambil menunjukkan gambar yang diambilnya dengan jari
telunjuk.
“Ada garis
horizontal yang aneh.” gumam Mario kecil sambil meniti gambar itu.
Salsa lirik Mario tengah meniti
hasil potret-nya.
“Menurutmu
bagaimana Mario?“ tanya Salsa kemudian menoleh kearah Mario.
“Hemm. Garis
horizontal ini dari mana asalnya? Aneh,” jawab Mario sambil menatap kembali
hasil potret gadis berambut panjang yang sekarang ada di sampingnya ini. Jalan
fikir Salsa sama seperti Mario dari mana garis horizontal itu. Ahh! Salsa
menghela nafas panjang.
Tiba-tiba Mario
seperti teringat sesuatu. “Jangan-jangan dia datang lagi,” gumam Mario.
“Dia? Dia
siapa?” tanya Salsa.
“Ayo pergi dari
sini! Disini berbahaya!” ajak Mario sambil menarik tangan Salsa. Salsa terlihat
bingung tapi ia menurut saja.
“Sudah terlambat
Mario, aku menginginkan darah gadis itu!” ujar seseorang yang tiba-tiba saja
sudah ada di depan mereka. Ia tersenyum mengerikan menunjukkan taringnya yang
tajam.
“Kau siapa?”
tanya Salsa.
“Aku ingin
menginginkan darahmu,” ucapnya mengerikan.
“Kenapa kau
mengambil darahku, menginginkan darahku?”
“Jangan banyak
nanya atau aku bunuh kau!” balasnya mengancam.
“Aaargghhh!!!”
BUK! Salsa terjatuh dari tempat
tidurnya. “Huft.. hanya mimpi,” dengusnya kesal.
“Tapi mimpi itu
sangat nyata,” gumamnya. Salsa lalu berjalan ke meja riasnya. Saat hendak
mengikat rambut panjangnya ia melihat seperti bekas cekikan di lehernya.
“Apa ini?”
ujarnya dengan mata yang membola tak percaya. Disentuhnya bekas merah yang
melingkar di sekitar lehernya yang mirip sebuah bekas itu. Ada rasa perih saat menyentuhnya.
Seperti tak terjadi apapun, dilihatnya ke meja rias yang ada di hadapannya.
Kertas putih bernoda darah disana. Salsa tercekat melihat sebuah tulisan yang
membuat otot-otot sarafnya melemas.
‘I
Killing You’ Sebuah kalimat yang sudah membuat aku susah bernafas. Apa
maksudnya? Ahh entahlah!. Aku pun menyambar handuk di samping tempat tidur.
Dengan langkah santai aku berjalan ke arah kamar mandi.
“Arghhh!!
Ka..kau?” Salsa terperanjat ketika mendapati vampire yang di mimpinya kini
sekarang di hadapan dirinya, tersenyum lebar sambil memamerkan dua gigi
taringnya. Vampire itu mulai mendekat ke arahnya. Salsa tahu ia menginginkan
darahnya. Salsa menengok kanan kiri lalu sedetik kemudian menepuk jidatnya. Ia
lupa bahwa tak ada Mario di sini. Mario hanya ilusi, hanya mimpi.
“Tak usah lari!”
teriak Vampire itu. BRAK! Pintu terbuka paksa seperti didorong dari luar. Di
baliknya sosok pemuda tegap tengah berdiri dengan keringat yang mengucur di
pelipisnya.
“Kau kenapa sih
Salsa?” tanya seorang pemuda.
“Kak Gi..Gio,”
jawabnya terbata-bata.
“Hei, mama sudah
menunggumu di meja makan, kenapa kau teriak-teriak seperti orang gila?” tanya
pemuda yang bernama Gio itu.
“Aku tak apa,”
jawab Salsa yang ngacir ke dalam kamar. Salsa gemetar. Benar-benar aneh. Mulai
dari pertemuannya dengan Mario saat sedang memotret gambar hingga kini sosok
vampire yang menginginkan darahnya. Dengan malas Salsa keluar kamar menuju meja
makan, tempat keluarganya berkumpul untuk sarapan. Ia sempat tersentak saat ada
sesosok mata merah menyala dari dalam kamarnya sebelum ia menutup pintu.
Saat Salsa
sedang menikmati sarapannya tiba-tiba mata Salsa menangkap sebuah sosok lelaki
berwajah tampan dan memakai jubah hitam berdiri di belakang mamahnya yang duduk
di depannya. Lelaki itu tersenyum menunjukkan taringnya. “Mah, awas di
dibelakang mamah ada vampire!” teriak Salsa sambil menunjuk ke arah sosok itu.
“Mama awas di
belakang mama ada vampire!” jeritnya lagi kesetanan. Sontak saja semua mata
yang berada di ruang makan ini menatapnya aneh.
“Kau terlalu
banyak nonton sinetron nak!” ujar ayahnya dengan nada geli, mengejek. Salsa
mendengus, merutuki kebodohannya hari ini. ‘Apakah mataku bermasalah’ pikirnya
dalam hati. ‘Ah tidak, aku memang benar melihat makhluk menjijikan itu’ Salsa
masih berkutat dengan pemikiran-pemikiran anehnya itu. Semua memang nyata, tapi
mimpi. Mimpi yang menjadi nyata. Semua bagai rajutan benang yang saling
terhubung, mengikat satu sama lain.
“Aku harus
pergi.” ujarnya dengan satu hentakan kuat di meja makan, lalu pergi keluar
rumah. Tatapan bingung keluarganya tertuju pada Salsa yang sudah menghilang di
balik pintu.
Salsa segera mengambil kunci mobil
itu lalu memasuki mobil. Ia menghentikan mobil di tempat itu. Yah tempat itu,
tempat yang ada di mimpinya Salsa. Ia mendengus kesal keluar dari mobil dan
menaiki tangga gedung itu. Salsa terlonjak kaget setelah melihat Vampire itu
lagi. Oh Tuhan mengapa disaat yang tidak tepat dia muncul lagi.
“Hallo nona
manis, kemarilah mendekat. Aku sudah tak sabar ingin mencicipi darahmu.
Hahaha..” tawanya menggelegar. Sementara Salsa hanya menelan ludah gugup.
Tiba-tiba vampire itu semakin mendekat, dekat, dekat daan Ceklek’ pintu pun
terbuka, munculah seorang pria yang lain dan tak bukan adalah ‘Pak Anton’ guru
biologi. Seketika vampire itu lenyap.
“Salsa, ternyata
kamu disini. Bapak cari kemana-mana,” ucap Pak Anton.
“I..iya pak,”
jawab Salsa cepat kembali ke kelas. Tiba-tiba Salsa merasa ingin keluar kelas
menengok tempat tadi.
***
Salsa berjalan
tergesa-gesa menuju kelasnya XI-IPA 1. Dia melirik kanan kiri. Ia sedang berada
di pojok lantai atas. Kakinya gemetaran. Bayangan putih terus mengejarnya.
Mengapa jarak kelas semakin jauh? Salsa terus berlari.
BRUK! Salsa menabrak seseorang. Ia
pun langsung bangkit melanjutkan aksi larinya. Salsa berlari
sekencang-kencangnya di koridor itu. Tuhan tolong aku, musnahkan vampire gila
itu, batinnya. Cittt Salsa menghentikan aksi larinya sejenak. Ia tengok ke
belakang, siluet putih itu sudah tidak ada lagi. Kembali Salsa menolehkan
kepalanya ke depan.
“Argghhhh!”
jeritnya kencang. Ternyata vampire itu ada di hadapannya sendiri.
“Percuma kau
berlari. Heuh! Aku akan segera mencicipi darah di tubuhmu!” ucap vampire itu
sengit.
“Coba saja jika
kau bisa!” Tantang Salsa walaupun dia sudah ingin menangis dan menjerit. Tetapi
Salsa adalah wanita yang kuat dan ia tidak mau terlihat lemah di depan lelaki.
“Kau menantangku
anak kecil!” Vampire itu sangat marah pada Salsa. Ia lalu mendorong Salsa
dengan tenaganya yang kuat hingga ia terpental sampai ke ujung koridor. Dengan
gerakan cepat ia sudah berada di depan Salsa. Tangan dingin vampire itu
mencekik leher Salsa.
“Lepaskan aku!”
jerit Salsa terbata.
“Lepaska dia
atau kau berhadapan denganku!!” Tiba-tiba seorang pria teriak dengan garangnya.
“Oh syukurlah,
terimakasih Tuhan kau telah mendengar doaku,” ucap Salsa lirih. ‘Oh dia Mario,
kau datang tepat waktu Mario..’ batin Salsa lega.
“Dasar kau
vampire busuk!” ucap Mario sengit.
“Hei Mario,
mengapa dari dulu kau selalu menghalangi misiku? Menyerahlah karna kau manusia
aku vampire, dan kau akan kalah!” ucap vampire itu seraya berjalan mendekat ke
arah Mario.
“Aku tidak akan
menyerah sekalipun aku manusia aku tak peduli,” ujar Mario tetap pada
pendiriannya. Sedangkan Salsa hanya terdiam melihat keduanya adu mulut. Oh
Tuhan bantu Mario, doa itulah yang sering dipanjatkan Salsa saat ini.
“Haha… jadi kau
cari mati, dari dulu aku memang ingin membunuh penghalangku yaitu KAU!” ucap
vampire sambil menekankan kata ‘Kau’.
“Baiklah jika
ini maumu, kita akan bertarung vampire.” Tantang Mario.
“Aku tunggu kau
nanti malam jam 12 ditempat biasa,” kata vampire itu sebelum menghilang. Salsa
tertegun memandang Mario penuh arti.
“Mario, kau
yakin akan bertarung dengannya? Dia vampire Mario, dia sangat berbahaya,” kata
Salsa sementara Mario hanya tersenyum.
“Kau tenang
saja,”
“Salsa! Ayo
cepat masuk kelas!” perintah guru Salsa dari ambang pintu. Salsa berjalan ke
arah kelasnya, mencoba melupakan kejadian tadi tapi tak bisa. ‘Apa yang
sebenarnya terjadi padaku?’Salsa seringkali menanyakan dirinya sendiri.
“Salsa, temui
aku jam 7 malam di taman!” Salsa menoleh ke arah Mario tak peduli dengan gurunya
yang sedari tadi memanggil namanya itu. Ia menghampiri Mario di seberang sana.
“Untuk apa?”
tanyanya sementara Mario hanya tersenyum lalu pergi. Salsa yang mendelik heran
tak mau tahu dan langsung berjalan menuju kelasnya. Belum sempat ia melangkah,
seseorang mencengkram tangannya dengan kuat.
“Hai Salsa, aku
akan membunuhmu sebelum pahlawanmu itu membunuhku. Sekarang waktunya!” ucap
vampire itu lalu mencengkram tangan Salsa dengan kuat. Salsa menghembuskan
nafas kesal.
“Kesabaranku
mulai habis, rasakan ini!” Salsa mengeluarkan jurus karatenya. Cengkraman
vampire itu pun lepas, dengan sekuat tenaga Salsa berlari sekencang mungkin. Tapi
belum jauh berlari, kakinya tersandung batu. BUK!
“Mau kemana adek
manis?” ujar vampire itu menghampiri Salsa dekat dekat dan BAKBUKBAK!. Mario
datang layaknya seperti superhero langsung menghantam si vampire dan akhirnya
vampire itu tak sadarkan diri.
“Salsa, kau tak
apa?” tanya Mario khawatir.
“Aku gak papa,”
jawab Salsa. Salsa bangun berdiri dibantu Mario. Tiba-tiba matanya membola.
“MARIOOO
AWASSSS!!” teriaknya ketika vampire itu ingin mencekik leher Mario. Seketika
Mario berbalik badan dan dengan sigap Mario mengambil pedangnya lalu menusukkan
tepat di jantung vampire itu. Vampire itu terlonjak kaget. Dadanya mengeluarkan
darah segar.
“Arghhh! Biadab
kau Mario, argh!! Tunggu pembalasanku!” erangnya di sela hilangnya dia. ‘Ini
yang aku mau’ gumam Mario dalam hati. Salsa yang memandang kejadian itu hanya
terdiam. Dilihatnya tangan Mario yang terluka akibat cakaran kuku si vampire.
“Tanganmu
berdarah, sini aku obatin,” Salsa menghampiri Mario sementara Mario hanya
tersenyum lalu mengangguk. Salsa mengajak Mario duduk di salah satu tempat
duduk yang ada di atas gedung itu. Dengan cekatan ia mengobati luka Mario.
“Maaf dan terimakasih,” ujarnya.
“Sama-sama.
Seharusnya aku yang meminta maaf karena telah membawamu ke masalah keluargaku
ini.”
“Masalah keluarga?”
tanya Salsa heran.
“Vampire itu
adalah kakakku, namanya Sam.”
“Bagaimana bisa
ia berubah menjadi vampire?” tanya Salsa di sela-sela aktivitasnya mengobati
luka Mario. Mario menerawang jauh, 15 tahun silam dimana kejadian saat Sam
berubah menjadi vampire, karna kesalahan orang tua Sam yang menjadikannya
sebagai bahan percobaan. Salsa mengangguk mengerti.
“Lalu mengapa ia
menginginkan darahku?”
“Agar ia hidup
lebih lama dan awet muda. Selain darahmu akan banyak orang yang menjadi
korbannya.” ujar Mario sarkarstik.
“Kalau begitu
bagaimana cara membunuhnya?” tanya Salsa untuk keberapa kalinya.
“Memenggal
kepalanya”
“Cuma itu saja?”
“Dan menusukkan
pedang tepat di bagian jantung,” jawab Mario yang langsung di tanggapin Salsa
dengan membulatkan bibir.
“Baiklah kita
selesaikan semuanya!” ujar Salsa semangat. Mario manatap Salsa bingung.
“Apa kau yakin?
Ini sangat berat lagipula kau wanita, apa sanggup?” tanyanya ragu. Salsa
tertegun. Benar juga, ia adalah seorang wanita pastinya mudah lelah. Tapi tidak
ini demi keselamatannya dan juga Mario. “Tentu mengapa tidak? Aku yakin aku
bisa demi aku dan kau,” ucapnya pasti. Mario tersenyum lalu mencium lembut pipi
Salsa. ‘Dia menciumku’ pikirnya dalam hati.
“Jadi kapan kita
mulai?” tanya Mario. Salsa tidak menjawab pertanyaan Mario, ia masih tertegun
sambil memegangi pipinya.
“Salsa!” Mario
melambaikan tangannya di depan wajah Salsa.
“Eh! Sekarang
juga kita mulai!”
“Baiklah aku
akan pulang dulu ke rumah dan mengambil kapak, lalu kita ke rumah Sam. Kau
setuju?” tanya Mario sementara Salsa hanya menganggukkan kepalanya.
Cukup lama Salsa
menunggu Mario di gedung ini. Sesekali ia meirik arloji bewarna hitam yang
melingkar di pergelangan tangannya.
“Maaf lama. Ayo
sekarang kau jebak Sam di sini agar masuk perangkap kita,” titahnya pada Salsa
yang masih terperanjat dengan kedatangan Mario yang tiba-tiba.
“Bagaimana
caranya?” tanya Salsa setelah sadar beberapa saat tadi.
“Gini..” ucap
Mario sambil membisikan ke telinga Salsa.
“Okedeh!” jawab
Salsa enteng.
“Baiklah aku di
sana, kau pancing si Sam!” ujar Mario tanpa babibu, sedangkan Salsa menuruti
apa kata Mario.
***
Saat ini Salsa
sedang berada di rumah Sam. Ia menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru
rumah. “Aduh seramnya rumah ini,” gumamnya pelan. Tiba-tiba oa melihat sesosok
vampire, siapa lagi kalau bukan Sam.
“Hai Sam,
lukanya cepet banget ilang,” ucap Salsa meledek.
“Aku kuat dan
kalian lemah,” ucap Sam –vampire itu– dengan nada sinis. Dia menatap Salsa
tajam dengan mata merahnya itu. Sebenarnya Salsa takut melihatnya tapi segera
ditepisnya kasar.
“Bunuh aku jika
kau kuat!” ujarnya kemudian setengah gugup. Demi Tuhan, saat ini Salsa sangat
takut.
“Hahah. Nona
manis ingin bermain denganku,” tawa vampire itu menggelegar. Salsa hanya
menatap sinis ke arahnya.
“Iya, aku ingin
bermain denganmu, kalau bisa kita bermain petak umpet sebelum kau menghisap
darahku. Kau yang jaga.” Kata Salsa.
“Baiklah aku
yang jaga, aku pasti akan menemukanmu” Sam lalu melipat tangannya dan menutup
matanya di salah satu tiang yang ada di rumahnya.
Salsa
mengedipkan matanya ke arah Mario. Mario mengangguk dan berjalan
mengendap-endap mendekati Sam. Dengan satu gerakan ia berhasil memotong kepala
Sam menggunakan kapak dari arah belakang. Tak ada darah yang keluar dari
tubuhnya karena dia vampire. Namun tubuhnya masih bergerak.
“Salsa cepat
lari!” teriak Mario kencang. Salsa yang takut Mario kenapa-kenapa langsung
mengambil pedang dan menusukkannya di punggungnya hingga tembus ke jantungnya.
“Akhirnya kita
berhasil Mario,” ujar Salsa lemas tapi masih tetap tersenyum. Mario terdiam, ia
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Semburat kesedihan tampak jelas di wajahnya.
“Ia akan bahagia
di sana Mario, Sam akan bahagia,” ujar Salsa lagi, menenangkan Mario. Ia tahu
pasti berat bagi Mario yang kehilangan kakak satu-satunya ini. Tapi ia yakin
bahwa Sam akan tersenyum dan berterimakasih pada Mario yang telah membunuhnya.
Disisi lain Sam sangat bersyukur, ia sangat bangga terhadap adiknya. Dengan
membunuh dirinya, ia tak akan membunuh manusia lagi. Ia akan hidup tenang tanpa
ada pertumpahan darah lagi.
*END*